Negara Rugi 271 T, Begini Asal Usulnya

Tahukah temen-temen, Korupsi telah ada sejak zaman Yunani kuno, ketika keluarga Alcmaeonid menyuap Pendeta Oracle dari Delphi. Di zaman modern, korupsi meluas seiring dengan meningkatnya perekonomian global. Kasus korupsi melibatkan berbagai tingkatan masyarakat, dari pegawai negeri hingga pemimpin nasional, dengan jumlah uang yang sangat besar terlibat. Beberapa pemimpin dunia, seperti Soeharto dari Indonesia dan Marcos dari Filipina, terlibat dalam skandal korupsi besar. Korupsi telah menjadi gaya hidup di beberapa negara, dengan banyak orang terlibat dalam praktik korupsi sehari-hari. Laporan menunjukkan bahwa persepsi korupsi di tingkat pemerintah sangat tinggi di seluruh dunia, dengan pejabat publik dan petugas polisi seringkali menjadi sorotan. Keseluruhan, korupsi tetap menjadi masalah serius dengan dampak yang merugikan bagi perekonomian dan masyarakat.

Dalam kasus timah, Banyak yang mengatakan bahwa korupsi yang dilakukan para pelaku adalah mereka menerima 271 T. tetapi ternyata bukan begitu ya teman-teman. 271 T bukan uang yang diterima oleh para tersangka, namun merupakan kerugian yang dialami Indonesia. kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB, bapak Bambang Hero Saharjo mencapai Rp 271 triliun. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014.

Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun. Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp 12,1 triliun.

Tambang Timah

Tambang Timah

Awal Kasus Timah

Terungkapnya kasus korupsi ini setelah Kejagung menetapkan 16 orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 s/d 2022. Salah satunya adalah eks dirut PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah meningkatkan status 16 orang saksi menjadi tersangka, mulai dari pengusaha tambang dari bangka Belitung, direktur utama CV VIP, direktur utama dan direktur keuangan PT Timah,

Ayo teman-teman coba kita bahas Kronologi Kasus Korupsi Timah ini.

Tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari Tersangka sebelumnya yang sudah dilakukan penahanan yakni Tersangka TN alias AN dan Tersangka AA.

Kemudian mengenai Tersangka SG alias AW dan Tersangka MBG, kedua tersangka ini memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Adapun perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.

Pada saat itu, Tersangka SG alias AW memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG.

Bijih timah yang diproduksi oleh Tersangka MBG tersebut perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk.

Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Sembilan ratus tujuh puluh lima milyar lebih . Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai 1,7 triliun lebih.

Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah, dimana keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh Tersangka MBG dan Tersangka SG alias AW.

Selain membentuk perusahaan boneka, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik Tersangka SG alias AW.

Perbuatan para Tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma.

Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas penambangan ilegal timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kasus ini terus berjalan sampai baru baru ini menyeret Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Suami aktris Sandra Dewi itu juga langsung ditahan oleh penyidik ‘Gedung Bundar’ tersebut.

Peran Harvey ini mulai terungkap, yaitu pada 2018 sampai 2019, Harvey selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) diduga menghubungi Direktur Utama PT Timah saat itu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Riza sebelumnya telah ditetapkan menjadi tersangka lebih dahulu oleh Kejagung.

Menurut Bapak Kuntadi, Harvey meminta Riza mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Setelah beberapa kali pertemuan, kata dia, disepakati kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Kuntadi mengatakan setelah itu Harvey diduga memerintahkan para pemilik smelter menyisihkan sebagian keuntungan dari usahanya. Keuntungan itu kemudian dibagi untuk Harvey dan sejumlah tersangka lainnya.

Kejaksaan menduga pemberian uang tersebut disamarkan sebagai dana Corporate Social Responsibility. Dana tersebut disalurkan kepada Harvey melalui perusahaan PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka lainnya, yakni Helena Lim untuk dicuci uangnya,.

Harvey Moeis

Harvey Moeis

Hubungan Akuntansi dan Fraud

Secara singkatnya, fraud disini adalah suatu Tindakan yang melanggar hukum dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau merugikan orang lain.

Menurut Fraud Triangle Theory, orang melakukan kecurangan (fraud) termasuk korupsi. Fraud Triagle adalah tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan pembenaran (rationalization). Konsep segitiga kecurangan ini pertama kali diperkenalkan oleh Donald R. Cressey (1953) dalam disertasinya. Cressey tertarik pada embezzlers yang disebutnya sebagai “trust violators” atau pelanggar kepercayaan, yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Mereka yang seharusnya menjaga kekayaan negara malah berkhianat dengan merampoknya.

Dalam konteks pengelolaan dan tata kelola organisasi, kasus korupsi yang melanda PT Timah Tbk, perusahaan tambang negara yang beroperasi di wilayah IUP komoditas timah dari tahun 2015 hingga 2022, mengungkapkan dengan telak kerumitan dan dampak merusak dari praktik koruptif. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan ini – yang dihitung mencapai angka astronomis sebesar Rp271 triliun akibat kerusakan lingkungan di Babel, sebagaimana dilaporkan oleh ahli lingkungan dari IPB – menyajikan contoh nyata, betapa korupsi dapat merugikan bukan hanya dari segi finansial tetapi juga lingkungan dan sosial.

Konsep Principal-Agent Problem memperlihatkan adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham dalam hal ini negara dan rakyat (principal) dan direksi/manajemen (agen) PT Timah Tbk.

Kegagalan dalam sistem monitoring dan kontrol internal memberikan celah bagi agen untuk bertindak demi keuntungan pribadi yang berujung pada korupsi. Penambangan ilegal dan penjualan hasil tambang ke BUMN Timah tersebut dengan harga tinggi merupakan manifestasi dari konflik kepentingan dan asimetri informasi yang ekstrem, di mana agen memiliki lebih banyak pengetahuan dan keuntungan dari aktivitas koruptif tersebut daripada pemegang saham atau principal.

Kasus TINS menunjukkan aplikasi langsung dari tiga elemen utama Fraud Triangle: tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Tekanan untuk memenuhi ekspektasi keuangan yang tidak realistis, dikombinasikan dengan kontrol internal yang lemah, menciptakan kesempatan untuk korupsi. Sementara itu, budaya organisasi yang membenarkan atau bahkan mendorong perilaku koruptif memungkinkan individu untuk merasionalisasi tindakan mereka sebagai sesuatu yang “normal” atau “diperlukan”.

Helena Lim Timah

Helena Lim Timah

Langkah Pencegahan Korupsi

Walaupun memang perlu effort dan Kerjasama yang bagus agar korupsi ini bisa tidak terjadi. Karena semakin kesini, Masyarakat selaku praktisi bisnis tentu semakin cerdas untuk mencari celah melakukan praktik-praktik korupsi.

Untuk mengatasi korupsi, sebuah pendekatan holistik yang memperkuat mekanisme pengawasan dan kontrol, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta memperketat penegakan hukum sangat diperlukan. Ini mencakup pengawasan yang lebih intensif dan efektif dari dewan komisaris terhadap kinerja direksi dan manajemen, serta pengembangan sistem kontrol internal yang robust melalui audit berkala dan transparan. Ini agak mengherankan karena TINS adalah perusahaan terbuka yang seharusnya memiliki tata kelola yang memenuhi standar.

Pengungkapan informasi operasional dan keuangan perusahaan yang jujur dan terbuka akan meningkatkan akuntabilitas, sementara pembangunan budaya anti-korupsi melalui inisiatif, seperti pelatihan etik, sistem whistleblowing, dan insentif untuk perilaku etis, akan memperkuat integritas organisasi. Selain itu, kerja sama yang lebih erat antara lembaga penegakan hukum dan peningkatan kesadaran publik tentang dampak negatif korupsi diperlukan untuk mengurangi insiden korupsi di masa depan.

Lebih jauh lagi, untuk secara efektif memerangi korupsi, diperlukan upaya untuk membangun kembali kepercayaan dalam organisasi dan di antara stakeholders melalui praktik tata kelola yang baik. Ini berarti tidak hanya memperbaiki celah yang memungkinkan korupsi terjadi tetapi juga secara proaktif bekerja untuk mempromosikan transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam semua operasi.

Upaya ini harus didukung oleh komitmen yang kuat dari puncak manajemen hingga ke level terbawah dalam organisasi untuk menegakkan prinsip-prinsip etik dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Mengadopsi dan menerapkan standar good corporate governance (GCG) yang baik. Ini bukan hanya tentang memperbaiki sistem yang rusak tetapi juga tentang membangun ulang kepercayaan dan memastikan bahwa tata kelola perusahaan dilaksanakan dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Dalam menjawab tantangan ini, TINS dan perusahaan lainnya dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan bergerak menuju masa depan yang lebih etis dan transparan

Nah, itu tadi adalah pembahasan terkait korupsi timah yang sedang viral ini ya temen-temen, kemudian saya coba hubungkan juga dengan akuntansi tentang fraud yang salah satunya adalah korupsi ini.

Kalau menurut temen-temen, kira kira kerugian 271 T ini bisa digunakan untuk apa ya? Coba komen ya.